Minggu, 02 Juni 2019

TEMPAT BERGANTUNG ( PASRAH TOTAL )

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Kisah ini menginspirasi dalam hidup di dunia.

Ada seorang raja yang gemar berbohong, kemudian saat kebohongannya diungkap di depan rakyatnya ia justru marah dan menghabisi orang yang mempermalukannya itu. Siapakah dia? Dialah Namruz.

Namruz membuat kebohongan bahwa ia adalah tuhan bagi rakyatnya. Kemudian datanglah Nabi Ibrahim menantang sang raja di hadapan orang banyak untuk menghidupkan dan mematikan.

Namruz lantas menghadirkan dua orang dari kalangan rakyatnya sendiri. Dengan mudahnya ia menjatuhkan hukuman mati kepada salah satunya dan membebaskan yang satu lagi. Nyawa rakyat tak ada harganya di mata sang raja.

Tentu saja hal ini bukan perbuatan menghidupkan dan mematikan. Ia hanya membiarkan hidup dan membiarkan mati.

Namruz tidak peduli, orang-orang dipaksa mengakui kekuasaan tersebut. Lalu Nabi Ibrahim kembali menantang apakah ia kuasa untuk menerbitkan matahari dari barat dan menenggelamkan ke timur. Kali ini Namruz pun kalah.

Tapi sang raja tetap tidak mau mengakui kekalahan. Dia justru menangkap Nabi Ibrahim karena merasa kedudukannya sebagai raja terancam. Hal ini diabadikan dalam Surat Al-Baqarah ayat 258.

Nabi Ibrahim tak punya kekuatan melawan sang raja. Ia hanya seorang diri, sedangkan Namruz mengendalikan seluruh perangkat negeri, mulai dari para prajurit kerajaan hingga para hakim kerajaan.

Allah menempatkan kekasih-Nya itu dalam keadaan yang sangat tersudut. Allah menguji Nabi Ibrahim hingga pada titik di mana tak ada satupun tempat bergantung dan memohon pertolongan kecuali hanya kepada-Nya.

Dalam keadaan seperti inilah, Nabi Ibrahim menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Ia sudah total bergantung hanya kepada Allah. Ia sudah merasa cukup bahwa Allah sajalah yang menjadi Penolongnya. Seperti disebutkan Rasulullah,

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Hasbunallah wa Ni’mal Wakil adalah suatu kalimat yang dibaca oleh Nabi Ibrahim ketika dilempar ke dalam api yg membara,"

(Hadist Riwayat Bukhari)

Sejarah pun mencatat, bahwa Allah akhirnya menolong Nabi Ibrahim dan menggulingkan penguasa yang gemar berbohong tersebut. Ketika sang raja menunjukkan kekuasaannya, maka Allah juga menunjukkan Kekuasaan-Nya.

Suatu hari nanti kita juga akan merasa telah berada pada titik di mana tak ada satupun tempat bergantung dan memohon pertolongan kecuali hanya kepada-Nya.

Jika hari itu tiba, marilah kita ikuti jejak Nabi Ibrahim untuk total bergantung kepada Allah. Sehingga Allah pun akan menunjukkan Kekuasaan-Nya kepada sang raja yang sedang menunjukkan kekuasaannya.

Tetap semangat, tetap berusaha dan berdo'a agar senantiasa Alloh membimbing kita, merahmati kita, keluarga kita , lingkungan kita dan negara kita.
Aamiin.

28 Ramadhan 1440 H.
Ahad, 02 Juni 2019 H

Sabtu, 01 Juni 2019

Ada Apa dengan Istighfar


Bismillahirrohmaanirrohim.

Suatu ketika, Imam Hasan al-Bashri sedang duduk di dalam masjid bersama para sahabatnya. Kemudian datang seorang laki-laki menghampiri Imam Hasan al-Bashri

"Wahai Imam Hasan, hujan belum juga turun, sehingga tanaman di ladangku hampir mengering. Apa yang harus aku lakukan..?"
Keluh laki-laki itu.

"Perbanyaklah Istighfar kepada Allah.." nasihat Hasan al-Bashri.

Tidak lama berselang, datang lagi seseorang ke masjid dan menghampiri Hasan al-Bashri.

"Saya sedang tertimpa kemiskinan yang parah," keluh orang itu.

"Perbanyaklah Istighfar kepada Allah," nasihat Hasan al-Bashri.

Datang lagi orang yang berbeda dan mengadukan keluh kesahnya, "Wahai imam Hasan, istriku mandul."

"Perbanyaklah Istighfar kepada Allah" nasihat Hasan al-Bashri dengan jawaban yang sama.

Kemudian datang lagi seseorang menghampiri Hasan al-Bashri dan mengadukan masalahnya, "Bumi tidak menghasilkan hasil panen yang bagus.."

Sekali lagi, Hasan al-Bashri menasihatkan, "Perbanyaklah istighfar kepada Allah.."

Para sahabat Hasan al-Bashri merasa heran dengan sikap beliau, mereka bertanya, "Mengapa setiap kali ada orang yang datang mengadukan masalahnya kepadamu, engkau selalu menasihati agar memperbanyak istighfar kepada Allah..?"

Hasan al-Bashri menjawab, "Tidakkah kalian membaca firman Allah dalam al-Quran, Surat Nuh ayat 10-12.

"Mohon ampunlah kepada tuhanmu. Sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu." (Qs. Nuh [71]:10-12)

Mari kita jemput rezeki tidak disangka-sangka dengan taubat disertai memperbanyak istighfar kepada Allah.

Selain dapat menghapus dosa, istighfar juga akan melancarkan rezeki.

Saluran rezeki yang tersumbat akan lancar kembali dengan istighfar. Karena istighfar mampu membersihkan 'kotoran-kotoran' yang menyumbat saluran rezeki.

Ternyata bukan darah saja yang bisa tersumbat, rezekipun bisa dan obatnya adalah istighfar..

Semoga menginspirasi

Hasan al-Bashri adalah seorang tabi'in yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.

27 Ramadhan 1440 H
Sabtu, 01 Juni 2019

Kamis, 30 Mei 2019

SITI MUTI'AH " WANITA YANG PERTAMA MASUK SURGA"

Kisah ini begitu menginspirasi bagi kaum hawa. Yang menjadi teladan dan bisa jadi contoh hidup berkeluarga.

Suatu ketika, Siti fatimah bertanya kepada Rosulullah. Siapakah Perempuan yang kelak pertama kali masuk surga? Rosulullah menjawab:” Dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah”.

Siti Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rosulullah sendiri? Maka timbullah einginann fatimah untuk mengetahui siapakan gerangan permpuan itu? Dan apakah yang telah di perbuatnya hingga dia mendapat kehormatan yang begitu tinggi?

Setelah minta izin kepada suaminya, Ali Bin Abi Thalib, Siti Fatimah berngkat mencari rumah kediaman Muti’ah. Putranya yang masih kecil yang bernama Hasan diajak ikut serta.
Ketika tiba di rumah Muti’ah, Siti Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam, “Assalamu’alaikum…!”
“Wa’alaikumussalaam! Siapa di luar?” terdengar jawaban yang lemah lembut dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.
“Saya Fatimah, Putri Rosulullah,” sahut Fatimah kembali.
“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini Fatimah, putri Rosululah, sudi berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Suara itu terdengar ceria dan semakin mendekat ke pintu.
“Sendirian, Fatimah?” tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, Yaitu Muti’ah seraya membukakan pintu.
“Aku ditemani Hasan,” jawab Fatimah.
“Aduh maaf ya,” kata Muti’ah, suaranya terdengar menyesal. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
“Tapi Hasan kan masih kecil?” jelas Fatimah.
“Meskipun kecil, Hasan adalah seorang laki-laki. Besok saja Anda datang lagi, ya? saya akan minta izin dulu kepada auami saya,” kata Mutiah dengan menyesal.
Sambil menggeleng-gelengkan kepala , Fatimah pamit dan kembali pulang.
Besoknya, Fatimah dating lagi ke rumah Muti’ah, kali ini a ditemani oleh Hasan dan Husain. Beritga mereka mendatangi rumah Muti’ah. Setelah memberi salam dan dijawab gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya:
“Kau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah? Suami saya sudah memberi izin.” “Ha? Kenapa kemarin tidak bilang? Yang dapat izin cuma Hasan, dan Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga, “ dengan perasaan menyesal, Muti’ah kai ini juga menolak.
Hari itu Fatimah gagal lagi untuk bertemu dengan Muti’ah. Dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi, mereka disambut baik oleh perempuan itu dirumahnya.

Keadaan rumah Mutiah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu. Namun, semuanya teratur rapi. Tempat tidur yang terbuat dengan kasar juga terlihat bersih, alasnya yang putih, dan baru dicuci. Bau dalam ruangan itu harum dan sangat segar, membuat orang betah tinggal di rumah.

Fatimah sangat kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu, sehngga Hasan dan Husain yang biasanya tak begitu betah betah berada di rumah orang, kali ini nampak asyik bermain-main.
“Maaf ya, saya tak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Mutiah sambil mondar mandir dari dapur ke ruang tamu.
Mendekati tengah hari , maskan itu sudah siap semuanya, kemudian ditaruh di atas nampan. Mutiah mengambil cambuk, yang juga ditaruh di atas nampan.
“Suamimu bekerja dimana?” Tanya Fatimah
“Di ladang,” jawab Muti’ah.
“Pengembala?” Tanya Fatimah lagi.
“Bukan. Bercocok tanam.”
“Tapi, mengapa kau bawakan cambuk?”
“Oh, itu?” sahut Mutiah denga tersenyu.” Cambuk itu kusediakan untuk keperluan lain. Maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah maskan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok, maka tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya, agar punggung saya dicambuknya, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”
“Apakah itu kehendak suamimu?” Tanya Fatimah keheranan.
“Oh, bukan! Suami saya adalah seorang penuh kasih sayang. Ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”
Mendengar penjelasan itu, Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia meminta diri, pamit pulang.
“Pantas kalau Muti’ah kelak menjadi seorang perempuan yang pertama kali masuk surga,” kata Fatimah dalam hati, di tengah perjalannya pulang, “Dia sangat berbakti kepada suami dengan tulus. Prilaku kesetiaan semacam itu bukanlah lambing perbudadakan wanita oleh kaum lelaki, Tapi merupakan cermin bagi citra ketulusan dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan prilaku yang sama.”
tak hanya itu, saat itu masih ada benda kipas dan kain kecil.
“Buat apa benda ini Muthi’ah?” Siti Muthi’ah tersenyam malu. Namun setelah didesak iapun bercerita. “Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering keringatnya. Ia-pun berbaring ditempat tidur melepas lelah, lalu aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas”

Sungguh mulia Siti Muthi’ah, wanita yang taat kepada suaminya. maka tidaklah salah jika dia wanita pertama yang masuk surga.

Tapi semua itu selain sudah menjadi takdir dari Alloh SWT, namun jika kita meniatkan diri berbuat baik, insyaAlloh akan dibukakan jalan oleh-Nya.
Sayapun tidak bisa membuka hidayah untuk istri dan kaum hawa lainnya.
Setidaknya aku berdo'a untuk istriku dan bagi seorang istri-istri yang lain yang memiliki suami bisa mendapatkan hidayah dibukakan hatinya untuk selalu berlapang dada dalam berumah tangga.
Aamiin.

Semoga Bermanfaat...

Malam 26 Ramadhan 1440 H,
Kamis malam Jum'at, 30 Mei 2019